USAHATANI MINA PADI
USAHATANI MINA PADI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan
nasional di Negara Indonesia memegang peranan penting dalam menyediakan pangan
bagi penduduk, selain itu sektor pertanian dalam kebijakan pengembangan
komoditas yang termuat pada kebijakan pembangunan pertanian tahun 2015 – 2019
salah satunya komoditas padi adalah sebagai komoditas pertanian dalam
peningkatan ketahanan pangan dan sebagai bahan penyedia makanan pokok Nasional
(Biro Perencanaan Kementerian Pertanian 2014).
Pola mengkonsumsi beras di masyarakat Indonesia
cukup sulit untuk diminimalkan. Alasan yang sangat mendasar ialah karena telah
menjadi kebiasaan masyarakat. Jika belum mengkonsumsi beras, maka belum
dikatakan makan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu, makan nasi
merupakan budaya yang telah mengakar sejak zaman nenek moyangnya dahulu. Kondisi
seperti ini mendorong kita untuk meningkatkan produktivitas padi dan memberikan
solusi alternatif pemenuhan kebutuhan karbohidrat dan protein hewani yang berdaya
guna (Tiku, 2008).
Padi
merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia yang memegang peranan
penting untuk dikembangkan. Berbagai inovasi teknologi telah dihasilkan untuk
menunjang peningkatan produksi padi. Salah satu upaya peningkatan produksi padi
dilakukan dengan perbaikan budidaya padi mulai dari varietas unggul, benih bermutu, persemaian,
persiapan lahan, penanaman, pengairan berselang, pemupukan, pengendalian gulma
secara terpadu dan lain sebagainya (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2011).
Beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi
pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan
stabilitas suatu negara. Pemenuhan kebutuhan beras begitu penting bagi
masyarakat Indonesia maka salah satu cara untuk meningkatan produktivitas padi
yaitu melalui pola tanam sistem minapadi yang banyak dilakukan terutama di
Propinsi Jawa Barat (Nurhayati, Rustikawati, Maulina, 2013).
Kegiatan pemeliharaan ikan di sawah ternyata sudah dilakukan
sejak lama dan kian hari kian berkembang ke arah pengusahaan yang lebih maju.
Ada yang mengusahakannya secara sederhana, ada juga yang sudah melakukannya
secara intensif. Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan “Inmindi” atau Intensifikasi
Mina Padi. Namun demikian, di beberapa daerah lain kegiatan seperti ini tidak
banyak dilakukan bahkan tidak populer sama sekali. Hal ini bisa terjadi karena
kurang tersebarnya informasi, baik mengenai seluk beluk kegiatan ini maupun
manfaatnya (Khairuman dan Amri, 2002).
Usahatani mina padi merupakan salah satu sistem
intensifikasi pemanfaatan lahan yang dianjurkan oleh pemerintah sejak tahun
1950 sampai sekarang. Usahatani mina padi adalah suatu cara pembudidayaan ikan
di sawah bersama dengan tanaman padi. Sistem usahatani mina padi ini bukanlah
hal yang baru bagi para petani padi sawah terutama bagi para petani di Pulau
Jawa, karena pada tahun 1950-1960 sistem usahatani ini sudah berkembang dengan
pesat dikalangan petani (Rahmawati, 2010).
Lahan sawah yang subur sebagai
sumber daya lahan utama produksi beras semakin lama semakin berkurang. Hal ini
di akibatkan adanya pergeseran fungsi lahan ke fungsi non pertanian. Untuk
mengatasi hal itu perlu dilakukan usaha pendayagunaan lahan yang ada melalui
intensifikasi (Supriadiputra dan Setiawan,2005).
Intensifikasi lahan dapat dilakukan dengan berbagai
cara diantaranya dengan cara mengusahakan beberapa komoditas dalam satu lahan
usahatani secara terpadu, yang sering disebut penganekaragaman komoditas bahan
makanan seperti sistem usahatani mina padi, yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan
swasembada pangan (Yadi, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gambaran Umum Komoditas Padi
Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan
yang dihasilkan dalam jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar
di wilayah tropika (Sanchez, 1993 dalam Sumiati, 2003).
Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras.
Bahan makanan ini merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia.
Walaupun padi dapat digantikan dengan makanan pokok lainnya, namun padi
mempunyai nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak mudah
digantikan oleh bahan makanan lainnya (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi
Jawa Barat, 2013)
Siregar
dalam Ruskandar (2010) menyatakan bahwa begitu banyak kontroversi mengenai asal
usul tanaman padi. Namun berdasarkan beberapa pihak, tanaman padi berasal dari Cina,
karena di wilayah tersebut banyak ditemukan jenis-jenis padi liar, terlebih
dibagian negara Cina yang berbatasan dengan negara India sebelah utara. Hal ini
didasarkan pada teori vavilov yang
menyatakan bahwa daerah asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya
pemusatan jenis-jenis tanaman liar tersebut (Manurung, 1998 dalam Sumiati, 2003). Sastra-sastra
Cina, menyatakan bahwa tanaman padi telah dibudidayakan oleh kaisar SHEN-MUNG
di Cina 5000 tahun sebelum Masehi. Jenis-jenis padi liar inilah yang
memelopori, mendahului dan menjadi saudara dari tanaman padi yang kita kenal
sekarang yaitu tanaman padi tergolong Oryza
sativa L. dan yang dibudidayakan oleh umat manusia diseluruh dunia penanam
padi.
Tumbuhan
padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan
tumbuhan Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa
ruas. Ruas- ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu
bubungnya ditutup oleh buku. Panjang ruas tidak sama. Ruas yang terpendek
terdapat pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya
adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah
dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas (Siregar, 1981
dalam Ruskandar,
2010).
Tepat
pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan di
mana cabang yang terpendek menjadi apa yang disebutkan ligulae (lidah) daun, dan
bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak. Dimana daun pelepah
itu menjadi ligulae dan daun kelopak terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan
embel-embel mana disebutkan auricle. Warna dari ligulae dan auricle
kadang-kadang hijau dan kadang-kadang ungu dan dengan demikin auricle itu dapat
dipergunakan sebagai determinatie identitas suatu varietas. (Siregar, 1981
dalam Ruskandar,
2010).
Tumbuhan
padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanamannya anak- beranak. Demikianlah misalnya
jika bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat singkat
telah dapat membentuk satu dapuran, dimana terdapat 20-30 atau lebih
anakan/tunas-tunas baru (Siregar, 1981 dalam Ruskandar, 2010).
Tanaman
padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu
fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis
besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan
bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, daun dan
bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir, daun dan
bunga (Tiku,2008).
Tanaman
padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Unsur hara merupakan unsur
pelengkap dari komposisi asam nukleit, hormon dan enzim yang berfungsi sebagai
katalis dalam merombak fotosintesis atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Air diperoleh tanaman padi dari dalam tanah dan energi diperoleh dari hasil
fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari (Tiku,2008).
Tanaman padi dapat
hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air.
Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230C. Tanaman
padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropics pada 450LU-450LS
dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata
curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Tanah yang
baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi
pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam
jumlah yang cukup (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2013)
2.2
Mina Padi
Sistem Mina Padi ialah sistem pemeliharaan ikan yang dilakukan bersama padi di sawah. Usaha semacam ini lebih populer dengan
sebutan
“Inmindi”
atau Intensifikasi Mina Padi.
Umumnya sistem
ini
hanya digunakan untuk memelihara
ikan yang berukuran kecil (fingerling) atau menumbuhkan benih ikan
yang akan dijual sebagai ikan konsumsi. Ikan mas dan jenis karper lainnya merupakan jenis ikan yang paling baik dipelihara di
sawah, karena ikan tersebut
dapat tumbuh dengan baik meskipun
di air yang dangkal, serta lebih tahan terhadap panas matahari
(Suharti, 2003).
2.2.1.
Penggolongan Budidaya Ikan di Sawah
Salah satu usaha pertanian terpadu adalah mina padi,
kelebihan dari budidaya ikan di sawah adalah banyak makanan alami yang
merupakan pakan bergizi tinggi bagi ikan budidaya, kotoran ikan menjadi pupuk bagi tanaman padi,
ikan yang dibudidayakan dapat berlindung dari hama dan sinar matahari pada
tanaman padi, pertumbuhan gulma dapat ditekan karena ikan dapat memakan
tumbuhan-tumbuhan kecil (Kordi,2013).
Dalam usaha mina padi dapat diterapkan tiga cara
pengelolaan, yaitu ikan sebagai penyelang, palawija, dan pemeliharaan ikan
bersama padi. Budi
daya ikan di sawah semakin beragam dan usaha pemeliharaan padi dengan ikan dapat dilakukan dengan tiga
cara penglolaan yakni (Khairuman dan Amri, 2002) :
1. Penyelang
Penyelang adalah usaha pemeliharaan ikan di sawah sebelum penanaman padi. Waktunya tidak terlalu lama, sekitar
3-4 minggu, menunggu
padi di persemaian sampai siap untuk ditanam di sawah. Umumnya kegiatan penyelang lebih cocok dan
banyak dilakukan pada saat musim hujan atau awal masuk musim hujan, saat petani sudah menyemai benih padi di persemaian. Interval waktu menunggu padi di persemaian sampai mencapai ukuran siap tanam inilah yang dimanfaatkan
untuk pemeliharaan
ikan. Selanjutnya, setelah dipelihara beberapa minggu, pemanenan ikan dilakukan bertepatan
dengan pengolahan tanah
sawah menjelang pertanaman padi baru.
2. Palawija
Palawija adalah usaha pemeliharaan ikan
di sawah yang dilakukan setelah padi
dipanen dan sawah belum segera digunakan untuk penanaman
padi. Umumnya,
pemeliharaan
sistem
palawija dilakukan setelah selesai panen
padi
pada musim kemarau.
Sambil menunggu datangnya musim hujan sebagai awal musim tanam
berikutnya, sawah dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan.
Dengan begitu, pemeliharaan ikan sistem palawija ini
dapat dilakukan lebih lama daripada sistem penyelang, yaitu bisa
berkisar 2-3 bulan, dari selesai panen padi
pada musim
hujan berikutnya. Pemeliharaan
sistem palawija lebih cocok dilakukan pada lokasi yang suplai airnya tersedia sepanjang tahun
3. Mina Padi
Mina padi biasa juga disebut tumpang sari. Istilah mina padi
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu mina (yang berarti ikan). Mina padi dapat diartikan
sebagai sistem pemeliharaan ikan di sawah yang dilakukan bersamaan dengan
penanaman atau pemeliharaan padi. Batas masa pemeliharaan ikan pada sistem mina
padi berkisar 45-65 hari. Batas masa pemeliharaan ikan ini terkait erat dengan umur padi.
Dalam praktiknya, waktu pemanenan ikan disesuaikan dengan tujuan penanaman ikan, untuk pendederan atau pembesaran
Suriapermana (2008) mengemukakan bahwa
dengan mina padi, penggunaan pupuk akan lebih rendah dari pemupukan padi tanpa
perlakuan ikan. Rendahnya pemakaian pupuk oleh
petani karena adanya korelasi ekologis antara penanaman ikan dengan peningkatan kesuburan
tanah, karena kotoran- kotoran ikan dan makanan yang tidak termakan akan menjadi pupuk bagi tanah dan air secara alami
2.2.2.
Jenis-Jenis Padi Untuk Mina Padi
Menurut Supriadiputra dan Setiawan
(2005), padi yang akan ditanam sebaiknya dipilih yang cocok dengan lahan mina
padi. Varietas padi itu harus memenuhi kriteria berikut :
1.
Tahan genangan pada awal pertumbuhan
2.
Ketinggian tanaman sedang
3.
Perakaran dalam
Karena sawah merupakan lahan yang terendam, maka tanaman padi
yang ditanam sebaiknya mempunyai perakaran yang dalam dan kuat agar tidak
mudah roboh.
4.
Cepat
beranak
Kurang lebih 7 hari setelah penanaman padi, areal akan digenang
air. Untuk menghindari keterlambatan pertumbuhan tunas akibat genangan tadi,
sebaiknya dipilih tanaman padi yang cepat bertunas banyak.
5.
Batang kuat
dan tidak mudah rebah
Karena banyak air disekitar perakaran, maka kemungkinan air
yang diserap tanaman lebih banyak. Akibatnya, batang tanaman padi menjadi
lemah. Untuk mencegah masalah itu, sebaiknya padi yang ditanam mempunyai batang
yang kuat dan tidak mudah rebah.
6.
Tahan hama dan penyakit
Semua tanaman yang akan ditanam harus mempunyai sifat
tahan terhadap hama penyakit.
7.
Produksi tinggi
8.
Daun tegak
Untuk memperbanyak sinar matahari yang dapat diterima oleh
permukaan daun, sehingga diharapkan hasil fotosintesis besar dan hasil padi tentunya akan meningkat.
9.
Rasanya enak sehingga disukai masyarakat
Dengan menilik
sifat-sifat yang dikehendaki
dalam sistem mina padi,
maka tanaman padi yang dianjurkan untuk ditanam pada areal mina padi antara lain IR 64, Ciliwung, Citanduy, Dodokan, Cisadane.
2.2.3.
Jenis-Jenis Ikan Untuk Mina Padi
Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), agar mendapatkan
hasil yang tinggi, ikan yang akan ditebarkan sebaiknya memenuhi persyaratan
berikut :
1.
Warna ikan tidak mencolok
Hal ini
untuk menghindari hewan pemangsa sebab warna yang mencolok akan menarik
perhatian hewan pemangsa. Sebaiknya
dihindari warna merah dan kuning keemasan. Paling baik adalah warna gelap.
2.
Tahan hidup di air dangkal dan panas
Ketinggian air pada sistem mina padi biasanya
sekitar 20-30 cm dan bersuhu tinggi. Oleh karena itu, harus dicari jenis ikan
yang tahan terhadap dua kondisi tersebut agar pertumbuhan ikan tidak terganggu.
3.
Dipilih dari induk unggul dan sehat
Apabila ikan yang ditebar berasal dari induk yang unggul
dan sehat, maka diharapkan pertumbuhannya akan baik. Induk yang unggul dan sehat
untuk ikan mas, misalnya, yaitu yang berasal dari strain majalaya.
4.
Disukai oleh masyarakat dan mempunyai harga jual yang memuaskan Selain ikan mas dan tawes, jenis ikan lain yang juga baik dibudidayakan dengan sistem ini yaitu ikan tambakan, mujair, nila, dan nilem.
Waktu penebaran
benih ikan di sawah dataran rendah berbeda dengan penebaran di
sawah dataran sedang. Di sawah dataran rendah, ikan ditebarkan 5-7 hari setelah tanaman padi, sedangkan
di sawah dataran sedang ikan ditebar 10-12 hari setelah tanam padi. Hal ini disebabkan kecepatan
pertumbuhan padi
di
sawah dataran sedang
relatif
lebih
lambat. Jika ikan ditebar lebih awal, resiko kemungkinan
merusak tanaman padi lebih besar.
Padat
penebaran
benih
ikan
disesuaikan
dengan
tujuan
pemeliharaan. Ukuran padat penebaran ikan mas yang
disarankan untuk
ditebar di sawah tercantum di Tabel 5. Untuk ikan jenis lainnya dapat memakai patokan
tersebut.
Cara penebaran
benih,
pada prinsipnya sama
dengan cara penebaran
yang dilakukan pada sistem penyelang dan palawija, yaitu melalui proses aklimatisasi atau adaptasi terlebih dahulu.
Tabel
5 Padat Penebaran Benih Ikan Mas
No.
|
Golongan
Benih
|
Ukuran (cm)
|
Berat (g/ekor)
|
Padat Penebaran
(ekor/ha)
|
1
|
Kebul
(larva stadia akhir)
|
0,5-1,0
|
-
|
10-12
liter
|
2
|
Putihan
|
1,0-3,0
|
0,5-1,0
|
10.000-12.500
|
3
|
Belo
|
3,0-5,0
|
3,0-5,0
|
5.000-10.000
|
4
|
Ngaramo
|
5,0-8,0
|
8,0-10,0
|
3.000-5.000
|
5
|
Ngaduaramo
|
8,0-10,0
|
15,0-20,0
|
2.500-3.000
|
6
|
Neli
|
10
|
20,0-25,0
|
2.000-2.500
|
Sumber : Suriapermana,
2008
2.2.4.
Kamalir
Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005) dalam budi daya
sawah sistem usahatani mina padi terdapat perbedaan bentuk sawah dengan sistem
non mina padi. Pada sistem mina padi, sawahnya terdapat kamalir atau caren yang
merupakan saluran yang dibuat dibagian paling dalam petakan sawah. Ada juga
kamalir yang dibuat membelah bagian tengah sawah tegak lurus sejajar sisi lebar
pematang.
Di sawah yang dijadikan tempat pemeliharaan ikan, kamalir
dibutuhkan sekali. Fungsi utama kamalir dalam pemeliharaan ikan bersama padi di
sawah sebagai berikut:
1.
Melindungi ikan dari kekeringan. Dengan adanya kamalir, sekalipun
bagian tengah sawah sudah kering, ikan akan bertahan dikamalir dengan sisa air
yang masih tertinggal di kamalir.
2.
Melindungi ikan dari hama. Kamalir yang memiliki kedalaman
memadai akan menjadi tempat berlindung yang aman bagi ikan dari serangan hama,
seperti sero atau linsang dan ular.
3.
Memudahkan proses pemanenan. Saat panen, sawah disurutkan sampai
tinggal sedikit sehingga ikan akan berkumpul di kamalir yang masih menyisakan
air macak-macak. Ikan yang sudah berkumpul di kamalir akan mudah dipanen.
4.
Tempat memberi makan ikan. Kamalir menjadi tempat memberi makan
ikan yang baik karena terletak dibagian pinggiran sawah, sehingga pemberian
pakan akan efektif.
5.
Memudahkan mobiltas ikan. Kamalir merupakan tempat ikan bergerak
secara leluasa dan dengan mudah bisa berpindah-pindah ke seluruh petakan sawah.
Kamalir pada lahan
sawah ini umumnya dibuat dengan ukuran lebar 40-45 cm, tinggi 25-30 cm, dan panjangnya tergantung dari panjang atau
lebar petakan sawah. Berdasarkan hasil penelitian, luas kamalir yang optimum adalah 2-4% dari luas petakan sawah. Produksi padi di sawah tidak akan berkurang
walaupun penggunaan lahan sawah
untuk tanaman padi menurun karena digunakan untuk kamalir. Berkurangnya penggunaan lahan sawah diimbangi dengan tingginya produksi padi yang ditanam dibarisan pinggir. Konstruksi
kamalir cukup
bervariasi antara lain keliling, silang dan salib.
2.3
Usahatani Padi
Usahatani
menurut Suratiyah (2015) adalah bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor
produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan
manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan
ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefesien
mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin.
Pada dasarnya usahatani padi memiliki dua
faktor yang akan mempengaruhi proses produksi, yaitu faktor internal penggunaan
lahan, tenaga kerja dan modal serta faktor-faktor eksternal yang meliputi
faktor produksi yang tidak dapat dikontrol oleh petani seperti iklim, cuaca,
perubahan harga dan sebagainya.
1.
Tanah
Tanah memiliki beberapa sifat antara lain
: (1) luas relatif tetap atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, dan
(3) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Dalam usahatani, lahan didefinisikan
sebagai tempat produksi dan tempat tinggal keluarga petani. Tingkat kesuburan
dan luas lahan mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi.
Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi
petani dalam menerapkan cara-cara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif
kecil membuat petani sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam-macam,
karena ia tidak dapat memilih kombinasi-kombinasi cabang usaha yang paling
menguntungkan.
2.
Tenaga Kerja
Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja
didefinisikan sebagai sumber daya manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau
memproduksi barang atau jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang sanggup menghasilkan
barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam usahatani primitif, alam memegang
peranan utama sebagai penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani,
alam dan tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi usahatani.
Adapun sifat pekerjaan dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan dalam usahatani sifatnya
tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja tergantung dari jenis tanaman,
waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak terdapat spesialis pekerjaan,
sehingga seorang petani harus mengetahui tahap pekerjaan dari awal sampai akhir
hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam usahatani terdapat ikatan yang erat
antar pekerjaan yang diupah dengan petani sebagai pelaksana.
Jenis tenaga kerja dalam usahatani
meliputi tenaga kerja manusia, ternak dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan
atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja pria biasanya dapat mengerjakan
seluruh pekerjaan. Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam,
memelihara tanaman/menyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak
digunakan untuk menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan yang tidak
dapat dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan hewan.
Kemampuan kerja dari masing-masing tenaga kerja ini diperhitungkan dengan
setara kerja pria atau Hari Orang Kerja (HOK).
Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari
dalam keluarga dan luar keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan
cara upahan, dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran
upah dapat harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan.
Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil panen. Tenaga
kerja dalam keluarga umumnya tidak diperhitungkan karena sulit dalam pengukuran
penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini lebih banyak digunakan pada petani
yang menggarap lahan sempit.
3.
Modal
Modal merupakan unsur pokok usahatani
yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama
dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang
baru, yaitu berupa produksi pertanian.
Menurut Hernanto dalam Handayani (2006)
dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang, kandang,
lantai jemur, pabrik dan lain-lain), alat-alat pertanian (traktor, luku, garu,
spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana produksi
(bibit, benih ikan, pupuk, obat- obatan) dan uang tunai.
Modal menurut sifatnya dibedakan menjadi
dua, yaitu: (1) Modal tetap (fixed
capital) yang diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi
atau dapat digunakan berkali-kali dalam proses satu kali produksi, modal tetap
ini meliputi tanah dan bangunan, dan (2) Modal bergerak (working capital), yaitu jenis modal yang habis atau dianggap terpakai
habis dalam satu periode proses produksi. Modal bergerak ini meliputi alat-alat
pertanian, bibit, pupuk, obat-obatan dan uang tunai.
2.4
Analisis Usahatani
Analisis usahatani bertujuan untuk
melihat keberadaan suatu aktivitas usahatani. Usahatani dapat dikatakan
berhasil dari segi finansial, apabila usahatani tersebut telah dapat
menunjukkan hal-hal sebagai berikut (Suratiyah, 2015):
1.
Usahatani tersebut menghasilkan
penerimaan yang dapat menutupi semua biaya atau pengeluaran.
2.
Usahatani tersebut dapat menghasilkan penerimaan
tambahan untuk membayar bunga modal yang dipakai, baik modal sendiri maupun
modal yang dipinjam.
3.
Usahatani tersebut dapat memberikan balas
jasa pengelolaan yang wajar kepada petani itu sendiri.
4.
Usahatani tetap produktif pada akhir
tahun, seperti halnya pada awal tahun produksi.
Dalam melakukan analisis usahatani harus
mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dan nilai produksi yang akan dicapai
selama umur proyek, yang keduanya dapat dihitung dari usahatani tersebut.
Menurut Suratiyah (2015) ditinjau dari segi bisnis, petani/pengusaha akan dapat
menikmati hasil usahanya jika memiliki :
1.
Kemampuan berproduksi
2.
Kemampuan memasarkan produknya
3.
Kemampuan mengelola usahataninya secara
efisien
2.4.1
Biaya Usahatani
Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam
proses produksi semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1988
dalam Handayani, 2006). Sedangkan menurut Soekartawi, et.al. (1986) dalam
Shinta 2014 menyebutkan bahwa biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua nilai
masuk yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam proses produksi, tetapi
tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.
Menurut Daniel (2004), dalam usahatani
dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya
tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan/diperhitungkan. Biaya tunai atau
biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga
kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk,
obat-obatan dan bawon panen juga termasuk biaya iuran pemakaian air dan
irigasi, pembayaran zakat dan lain-lain.
Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa
sebenarnya pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga
diperhitungkan. Selain itu, biaya yang diperhitungkan digunakan untuk
menghitung nilai penyusutan dari penggunaan suatu peralatan.
Budi daya ikan di sawah merupakan suatu kegiatan pertanian
yang memadukan budi daya ikan dengan budi daya padi di sawah. Diharapkan dengan
sistem ini dapat meningkatkan pendapatan para petani karena banyak hal yang
menguntungkan dalam kegiatan ini.
Komponen biaya yang digunakan untuk pemeliharaan ikan di
sawah relatif murah, sebab biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan lahan,
pengairan dan pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya penanaman padi
(Supriadiputra dan Setiawan, 2005). Lahan dan air yang digunakan untuk
memelihara ikan sama dengan lahan yang digunakan untuk menanam padi. Demikian pula
biaya pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya pengolahan tanah untuk
menanam padi.
Menurut Suriapermana
(2008), sistem perikanan terpadu dapat memperkecil resiko kehilangan
sumber penghasilan, karena dari sistem ini tidak mengandalkan pada satu sumber
saja, sehingga kegagalan salah satu jenis usaha dapat ditopang oleh
keberlangsungan usaha yang lainnya.
2.4.2
Analisis Pendapatan
Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang
dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh (Suratiyah,
2015).
Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal
kerja keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh anggota
keluarga. Bentuk dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memenuhi
keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan
kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan
dan kewajiban-kewajiban. Dengan demikian pendapatan yang diterima petani akan
dialokasikan pada berbagai kebutuhan.
Soeharjo dan Dahlan, (2003)
juga menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi pemilik
faktor produksi dimana ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1)
menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usahatani, dan (2)
menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usahatani. Analisis
pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur
tingkat keberhasilan dari usahataninya.
Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk
mengukur apakah usahataninya pada saat itu menguntungkan atau tidak
menguntungkan. Usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh
memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
1.
Cukup untuk
membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya
administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut.
2.
Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk
pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresi modal).
3.
Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk
upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua informasi, yaitu informasi
keadaan seluruh penerimaan
dan
informasi
seluruh pengeluaran
selama waktu yang telah ditetapkan (Soekartawi, 1986 dalam Shinta
2014).
2.4.3
Analisis R/C
Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai
mutlak (analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya (Soeharjo
dan Dahlan, 2003). Salah satu ukuran efisiensinya
adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio). Dalam analisis R/C akan diuji seberapa jauh
nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat
memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai
R/C rasio, menunjukkan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap
rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin
tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina Shinta, 2014. Ilmu Usaha Tani. Universitas Brawijaya Press. Malang.
Arikunto, 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011. Budidaya Padi. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, 2014. Kebijakan Pembangunan Pertanian 2015 - 2019. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Daniel, Moehar. 2004. Pengantar
Ekonomi Pertanian. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Dinas Pertanian Perikanan dan
Kehutanan Kota Tasikmalaya,
2013. Rencana
Strategis Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya tahun
2013-2017. Dinas Pertanian Perikanan dan
Kehutanan Kota Tasikmalaya.
Dinas Pertanian Perikanan dan
Kehutanan Kota Tasikmalaya,
2015. Laporan
Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2011 sampai dengan 2015.
Dinas Pertanian
Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya.
Dinas Pertanian Perikanan dan
Kehutanan Kota Tasikmalaya,
2015. Data
Statistik Tanaman Pangan dan Holtikultura. Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa barat, 2013. Teknologi Budidaya Padi
Sawah. Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Propinsi Jawa Barat.
Handayani, 2006. Budidaya Ikan di
Sawah. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Khairuman, dan Amri K., 2002. Budi
Daya Ikan di Sawah. PT Penebar Swadaya, Jakarta.
Kelompok Tani Ligar Jaya, 2015. Profil
Kelompok Tani Ligar Jaya Kelurahan Cibunigeulis Kecamatan Bungursari Kota
Tasikmalaya. Kelompok Tani Ligar Jaya.
M. Ghufran H. Kordi K, 2013. Budidaya
Ikan Konsumsi di Air Tawar. Lily Publisher. Yogyakarta.
Mantra, 2000. Demografi Umum. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Nurhayati, Rustikawati, Maulina, 2013. Analisis
Optimalisasi Minapadi Yang Berkelanjutan (Suatu Kasus di Kecamatan Ciparay
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa barat). Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Rahmawati, 2010. Mina Padi. Budidaya
lkan Bersama Padi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Ruskandar, 2010. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Bogor.
Setiawan, Deny. 1994. Indentifikasi Pengaruh Faktor
Sosial Ekonomi Terhadap penerapan Teknologi dan Optimasi Pola Tanam pada
Usahatani Mina Padi (Suatu Tinjauan Usahatani Mina Padi di Desa Ciasmara
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor-Jawa Barat). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi
Perikanan. Fakultas Perikanan, IPB.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D. Alfabeta. Bandung
Suharti, Desti. 2003. Kebiasaan
Makanan, Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)
pada Budi Daya Sistem Mina Padi di Cisaat, Sukabumi. Skripsi. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Soeharjo dan Dahlan, 2003. Sendi-sendi pokok Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi. IPB. Bogor
Suriapermana, 2008. Mina Padi (Budidaya Ikan Bersama Padi).
Penebar Swadaya. Jakarta.
Supriadiputra, Sudirman dan Ade Iwan Setiawan. 2005. Mina padi (Budi Daya Ikan Bersama Padi).
Penebar Swadaya, Jakarta.
Sumiati, Iin. 2003. Analisis
Pendapatan Usahatani Padi Petani SLPHT dan non SLPHT di Desa Cisalak, Kecamatan
Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB
Suratiyah, 2015. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Tiku, 2008. Analisis Usahatani Analisis Usahatani Padi Sawah
Menurut Sistem Mina Padi Dan Sistem Non Mina Padi
di Desa
Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Agrinimal Vol. 1 No. 2 Hal 64-70,
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Yogyakarta.
Yadi, 2013. Mina Padi. CV. Simpleks.
Jakarta.
Komentar